Kamis, 17 Mei 2012

KASUS KRIMINAL

Kasus Kriminal Remaja: Mereka Membutuhkan Solusi serta Perhatian dari Kita dan Pemerintah, Bukan Hanya VoniS

Sejarah kembali berulang, dan akan selalu terulang hingga akhir nanti

Begitulah kira-kira saat saya membaca kalimat satir dari novel The Chronicles of Narnia, saat empat sekawan terjebak dalam labirin waktu hingga tersasar ke negeri Narnia. Ketika sang waktu kembali lagi menemuka mereka dengan Aslan, Sang Singa untuk mengalahkan pasukan tua penyihir yang selalu membuat onar dengan mencuci otak sebagian remaja dan anak-anak seusia mereka.
*  *  *
Tidak bosan-bosannya saya memperhatikan prilaku yang terjadi di kalangan remaja serta anak-anak. Setelah beberapa hari yang lalu, melihat aksi mereka dalam merokok, dan bonceng mobil di jalan hingga membuat kemacetan. Kini kembali bingung saat tingkah laku mereka sudah menjurus kriminal yang akut. Meski kali ini bukan menyaksikan langsung dengan mata kepala sendiri, karena saya melihatnya di harian Kompas, hari ini pertanggal 29 Desember 2011.
Barusan, usai pulang dari kampus, seperti biasa saya membaca koran Kompas hari ini. Sebenarnya tidak ada yang aneh, karena dari halaman muka (Headlines) hingga akhir, tampak seperti biasa, yakni mengulas tragedi yang disebabkan oleh aksi liar pihak Kepolisian serta beberapa peristiwa menjelang malam Tahun Baru. Namun saat saya membaca di halaman 26 - 27, rubrik Metropolitan. Ada tiga berita yang membuat saya dan keluarga terhenyak saat membacanya. Yaitu tentang Kriminalitas di dalam Angkot: Pelaku Kejahatan keras merambah kalangan remaja, lalu Kasus Penganiayaan: Tak Dibelikan motor, aniaya anak tetangga, dan yang terakhir, Kasus Kriminalitas: Pencuri Dihajar warga.
Dari ketiga berita diatas yang saya baca, semua pelakunya rata-rata adalah Remaja!
Dengan usia yang berkisar antara 18 hingga 21 tahun.
*  *  *
Pelaku pemerkosaan penumpang angkot di Depok yang saat ini masih buron, yakni berinisial MSD, berusia 19 tahun. Bersama tiga pelaku lainnya yang telah tertangkap, YBR (18), DR (18) dan A (19), ketiganya yang seharusnya sedang giat-giatnya mencari nafkah untuk membantu keluarga dirumah, kini harus berurusan dengan pihak kepolisian sekaligus menjadi gunjingan masyarakat luas karena aksi mereka memperkosa seorang Ibu rumah tangga berinisal R (35).
Sungguh kelakuan seperti itu, bukanlah tindakan yang biasa dilakukan oleh anak berusia belasan tahun. Namun aksi mereka itu sama sekali tidak mencerminkan kepribadian seorang remaja, bahkan menjurus kriminal, dan sangat kriminal.
Apakah yang dilakukan mereka itu cermin dari kurangnya pengawasan Orang tua terhadap mereka?
Atau, bisa jadi faktor di lingkunga, seperti pergaulan sehari-hari dan disekolah tempat mereka berinteraksi?
Sulit untuk mengartikan semuanya, meskipun itu benar terjadi. Karena Orang tua, sebagai pihak pertama yang mendidik tingkah laku dalam keseharian, tentunya tidak bisa disalahkan juga. Karena mereka pun sudah berusaha untuk mendidik dan mengajar sang buah hati, dari kecil hingga berusia belasan tahun. Dengan wejangan, nasehat dan bimbingan agama, tentunya Orang tua sangat mengharapkan anaknya untuk berbuat benar dan tidak menyimpang.
Lalu, apakah lingkungan yang berperan penting terhadap tindakan kriminal mereka, juga tidak secara keseluruhan. Sebab banyak juga anak remaja yang berasal dari lingkungan kumuh di kawasan hitam, tetap menjadi orang yang baik dan tidak terpengaruh. Saya mempunyai seorang kawan dari Sma dahulu, ia lahir dan besar di kawasan Kalijodo yang terkenal akan tempat judi dan sarang maksiat. Hingga kesehariannya mencari nafkah sambilan saat pulang kerja pun disana, yakni menggelar warung rokok dan minuman ringan. Dan, hingga kini alhamdullilah ia telah berkeluarga dan tetap tidak terpengaruh sama sekali dengan apa yang ada dilingkungan sekitarnya.
Atau, bisa jadi remaja itu karena kurangnya kasih sayang dalam keluarga dan lingkungan, mungkin menjadi liar saat diluaran. Banyak contoh yang terjadi dalam masyarakat luas, seorang anak sangat alim dan baik serta penurut. Namun ketika ia sedang berada diluar pengawasan Orang tuanya di rumah, Ia pun terpengaruh dengan ajakan kawan-kawannya di jalan, untuk terbujuk rayu dengan tindakan yang menjurus kenakalan.
Dan, yang terakhir adalah, kemungkinan remaja itu sangat diawasi dengan ketat oleh Orang tuanya. Kemana-mana harus bilang, izin untuk ini-itu karena sikap orang tuanya yang sangat protektif. Memang sih maksud Orang tua sangatlah baik, yaitu ingin memberikan kasih sayang yang teramat kepada anaknya. Tetapi, tidak semua anak menerima kondisi seperti itu. Sewaktu Sma, saya mempunyai beberapa kawan perempuan yang kabur dari rumah, karena tidak sanggup dengan aturan yang keras dari Orang tuanya. Kawan saya itu bercerita, kalau pulang sekolah, pukul 01 siang, harus tidur, dan tidak boleh kemana-mana hingga pukul 16 sore hari, kecuali ada les atau pelajaran tambahan. Belum lagi, setiap pacar atau kawan pria yang datang, selalu dicurigai ingin ini itu dirumah, hingga ia pun merasa malu karena tidak ada temannya yang mau datang kerumahnya, dan saat kebagian tugas kelompok dirumahnya, mau tidak mau harus memindahkan kerumah teman yang lainnya.
Hingga karena tidak sabar lagi, akhirnya kawan saya itu memutuskan kabur dari rumah dengan pakaian seadanya dan memilih untuk kost, hidup mandiri. Lalu, bagaimana kehidupannya saat diluaran?
Entahlah, yang pasti sangat miris, dan membuat saya serta kawan lainnya hanya bisa mengelus dada…
*  *  *
Mengutip dari harian Kompas, “Sehari-hari para tersangka dan buron ini bekerja sebagai sopir tembak angkot di Jakarta. Mereka adalah anak-anak jalanan. Ungkap Kepala Subdit Umum Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar (AKBP) Helmy Santika.”
Mereka anak-anak jalanan yang dibayar murah para sopir angkot resmi, karena senang anak-anak jalanan itu pun tidak lagi mendapat sebutan penganggur, tetapi pekerja.
Duuh…
Ini yang membuat kita semakin miris dan ironis sekali.
Saat saya, Adik, Ayah dan Ibu serta keluarga lain yang membicarakannya menjadi trenyuh. Apalagi di televisi ada running text yang memberitakan tentang tertangkapnya mereka, hingga kami semua pun bingung untuk berkata lagi.
Tentunya tidak etis dengan melimpahkan semua kesalahan kepada remaja itu, walaupun memang benar mereka sangat bersalah karena melakukan aksi nekat yang sama sekali tidak terpuji.
Namun tentunya, kita sebagai bagian dari mereka hendaknya memberikan solusi dan langkah nyata yang terbaik untuk masa depan mereka juga, khususnya agar tidak terjadi hal seperti ini lagi. Tidak etis rasanya apabila kita selalu memvonis kesalahan mereka, tanpa adanya solusi untuk mencegah mereka agar tidak berbuat menyimpang.
Sebagai contoh, banyak anak remaja yang berprestasi namun akhirnya meredup karena Pemerintah sebagai pelaksana Undang-undang yang menyatakan anak terlantar dipelihara negara, namun di lapangan nyatanya berkebalikan dengan apa yang digembar-gemborkan itu. Contoh, Eryanto seorang remaja berbakat dalam sepak bola, dan pernah menjadi kapten Milan Junior Terbaik. Namun setelah satu tahun kemudian malah menyedihkan kehidupannya dan kembali menjadi seorang penggembala…
Seharusnya Pemerintah memberikan lapangan pekerjaan, fasilitas umum seperti lapangan bola, taman bermain dan fasilitas lainnya untuk remaja dan anak-anak. Sebab kalau mereka disibukkan dengan hal yang positif, maka energi yang keluar dari mereka pun berbuah positif juga.
Untuk itu, kita sebagai “Orang Tua” mereka juga seharusnya turut memberikan solusi dan perhatian yang lebih. Tidak hanya sekadar memvonis mereka, sebab siapa yang ingin ditakdirkan menjadi seorang kriminal?

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar