Vaginitis
Oleh redaksi pada Rab, 12/26/2007 - 14:02.- Referensi
Vaginitis adalah diagnosis masalah ginekologis yang paling sering terjadi di pelayanan primer. Pada
sekitar 90% dari perempuan yang terkena, kondisi ini disebabkan oleh
vaginosis bakterial, kandidiasis atau trikomoniasis vulvovaginal. Vaginitis
terjadi ketika flora vagina telah terganggu oleh adanya mikroorganisma
patogen atau perubahan lingkunang vagina yang memungkinkan
mikroorganisma patogen berkembang biak/berproliferasi. Pemeriksaan
untuk vaginitis meliputi penilaian risiko dan pemeriksaan fisik, dengan
fokus perhatian pemeriksaan pada adanya dan karakteristik dari
discharge vagina. Pemeriksaan laboratorium diantaranya: metode sediaan basah garam fisiologis (Wet Mount)
dan KOH, pemeriksaan PH discharge vagina dan "whiff" test. Pengobatan
untuk vaginosis bacterial dan trikomoniasis adalah metronidazol,
sementara untuk kandidiasis vaginal, pilihan pertama adalah obat anti
jamur topikal (Am Fam Physician 2000;62:1095-104.)
Vaginitis
adalah masalah ginekologis yang paling banyak dihadapi oleh dokter yang
memberi pelayanan terhadap perempuan. Pembuatan diagnosis yang akurat
bisa sangat sulit, yang menyebabkan upaya pengobatan juga kompleks. Terlebih lai, adanya obat yang dijual bebas menaikkan kemungkinan pemberian pengobatan yang tidak sesuai untuk vaginitis.
Epidemiologi
Angka prevalensi dan
penyebab vaginitis tidak diketahui pasti, sebagian besar karena
kondisi-kondisi ini sering didiagnosis sendiri dan diobati sendiri oleh
penderita. Selain itu, vaginitis sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis) atau disebabkan oleh lebih dari satu organisme penyebab. Kebanyakan
ahli meyakini bahwa sampai sekitar 90% kasus vaginitis disebabkan oleh
vaginosis bakterial, kandidiasis vulvovaginal dan trikomoniasis.
Penyebab non-infeksi termasuk vaginal atrophy, alergi dan iritasi
kimiawi.
Penyebab tersering vaginitis adalah bakterial vaginosis, kandidiasis vulvovaginal, trikomoniasis, atropi vaginal, alergi dan iritasi kimiawi.
|
Vaginosis Bakterial
Di Amerika Serikat,
bakterial vaginosis merupakan penyebab vaginitis yang terbanyak,
mencapai sekitar 40 sampai 50% dari kasus pada perempuan usia
reproduksi. Infeksi ini disebabkan oleh perkembangbiakan beberapa
organisme, termasuk di antaranya Gardnerella vaginalis, Mobiluncus species, Mycoplasma hominis dan Peptostreptococcus species.
Menentukan angka
prevalensi bakterial vaginosis adalah sulit karena sepertiga sampai dua
pertiga kasus pada perempuan yang terkena tidak menunjukkan gejala
(asimptomatik). Selain itu, angka prevalensi yang dilaporkan bervariasi
menurut populasi. Bakterial vaginosis ditemukan pada 15-19%
pasien-pasien rawat inap bagian kandungan, 10-30% ibu hamil dan 24-40% pada klinik kelamin.
Walaupun angka
prevalensi bakterial vaginosis lebih tinggi pada klinik-klinik kelamin
dan pada perempuan yang memiliki pasangan seks lebih dari satu, peran
dari penularan secara seksual masih belum jelas. Berbagai
penelitian membuktikan bahwa mengobati pasangan dari perempuan yang
menderita bakterial vaginosis tidak memberi keuntungan apapun dan bahkan
perempuan yang belum seksual aktif juga dapat terkena infeksi ini.
Faktor risiko tambahan untuk terjadinya bakterial vaginosis termasuk
pemakaian IUD, douching dan kehamilan.
Bukti-bukti menunjukkan
bahwa bakterial vaginosis adalah faktor risiko untuk terjadinya ketuban
pecah dini dan kelahiran prematur. Pengobatan unfeksi ini selama
kehamilan menurunkan risiko tersebut. Akibat buruk lain termasuk di
antaranya adalah peningkatan frekuensi hasil Papanicolaou (Pap) smears
abnormal, penyakit radang panggul (PRP) dan endometritis. Selulitis
vaginal, PRP dan endometritis dapat terjadi jika perempuan menjalani
prosedur ginekologis yang infasif ketika sedang menderita bakterial
vaginosis.
Kandidiasis Vulvovaginal
Kandidiasis
vulvovaginal adalah penyebab vaginitis terbanyak kedua di Amerika
Serikat dan yang terbanyak di Eropa. Sekitar 75% dari perempuan pernah
mengalami kandidiasis vulvovaginal suatu waktu dalam hidupnya, dan
sekitar 5% perempuan mengalami episode rekurensi. Agen penyebab yang tersering (80 sampai 90%) adalah Candida albicans. Saat ini, frekuensi dari spesies non-albicans (misalnya, Candida glabrata) meningkat, mungkin merupakan akibat dari peningkatan penggunaan produk-produk anti jamur yang dijual bebas.
Faktor risiko untuk
terjadinya kandidiasis vulvovaginal sulit untuk ditentukan. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa risiko untuk terinfeksi penyakit ini
meningkat pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral, diaphragma
dan spermicide, atau IUD. Faktor risiko yang lain termasuk melakukan
hubungan seksual pertama kali ketika umur masih muda, melakukan hubungan
seks lebih dari empat kali per bulan dan oral seks. Risiko kandidiasis
vulvovaginal juga meningkat pada perempuan dengan diabetes yang sedang
hamil atau minum antibiotik.
Komplikasi kandidiasis vulvovaginal jarang terjadi. Chorioamnionitis pada saat hamil dan syndrome vestibulitis vulva pernah dilaporkan.
Adalah sulit untuk
memastikan spesies Candida sebagai penyebab vaginitis karena sekitar 50%
perempuan yang tidak mengalami gejala apapun pada vaginanya ditemukan
Candida sebagai bagian dari flora endogen vagina. Candida tidak
ditularkan secara sexual, dan episode kandidiasis vulvovaginal tidak
berhubungan dengan jumlah pasangan seksual yang dimiliki. Mengobati
laki-laki pasangan seksual dari seorang perempuan yang menderita
kandidiasis tidak perlu dilakukan, kecuali laki-laki tersebut tidak
disunat atau ada peradangan pada ujung/glans penis.
Kandidiasis
vulvovaginal rekuren/berulang didefinisikan sebagai terjadinya empat
atau lebih episode kandidiasis vulvovaginal dalam periode satu tahun.
Belum jelas apakah rekurensi ini terjadi karena berbagai faktor
predisposisi atau presipitasi.
Trikomoniasis
Protozoa Trichomonas vaginalis,
sebuah organisme yang motile dengan 4 flagella, adalah penyebab ke tiga
terbanyak dari vaginitis. Penyakit ini mengenai 180 juta perempuan di
seluruh dunia dan merupakan 10 sampai 25% dari infeksi vagina. Saat ini,
angka insidensi vaginitis trichomonal terus meningkat di kebanyakan
negara-negara industri.
Trichomonas vaginalis
menular melalui hubungan seksual dan ditemukan pada 30 sampai 80 persen
laki-laki pasangan seksual dari perempuan yang terinfeksi.
Trikomoniasis berhubungan dan mungkin berperan sebagai vektor untuk
penyakit kelamin lain. Berbagai penelitian membuktikan bahwa penyakit
ini meningkatkan angka penularan HIV.
Faktir risiko untuk
trikomoniasis termasuk penggunaan IUD, merokok dan pasangan seksual
lebih dari satu. Sekitar 20%-50% dari perempuan dengan trichomoniasis
tidak mengalami gejala apapaun. Trikomoniasis mungkin berhubungan dengan
ketuban pecah dini dan kelahiran prematur. Pasangan seksual harus
diobati dan diberi instruksi untuk tidak melakukan hubungan seksual
sampai ke dua pihak sembuh.
Patofisiologi
Gambaran fisiologis
discharge vagina normal terdiri dari sekresi vaginal, sel-sel exfoliated
dan mukosa serviks. Frekunsi discharge vagina bervariasi berdasar umur,
siklus menstruasi dan penggunaan kontrasepsi oral.
Lingkungan vagina normal digambarkan oleh adanya hubungan dinamis antara Lactobacillus acidophilus dan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan produk metabolisme flora dan organisme patogen. L. acidophilus
memproduksi hydrogen peroxide (H2O2), yang bersifat toksik terhadap
organisme patogen dan menjaga pH vagina sehat antara 3.8 dan 4.2.
Vaginitis muncul karena flora vagina diganggu oleh adanya organisme
patogen atau lingkungan vagina berubah sehingga memungkinkan organisme
patogen berkembang biak.
Antibiotik,
kontrasepsi, hubungan seksual, douching, stress dan hormon dapat
mengubah lingkungan vagina dan memungkinkan organisme patogen tumbuh.
Pada vaginosis bakterial, dipercayai bahwa beberapa kejadian yang
provokatif menurunkan jumlah hydrogen peroxide yang diproduksi L. acidophilus organisms.
Hasil dari perubahan pH yang terjadi memungkinkan perkembangbiakan
berbagai organisme yang biasanya ditekan pertumbuhannya seperti G. vaginalis, M. hominis
dan Mobiluncus species. Organisme tersebut memproduksi berbagai produk
metabolik seperti ‘amine’, yang akan meningkatkan pH vagina dan
menyebabkan exfoliasi sel epitel vagina. Amine inilah yang menyebabkan
adanya bau yang tidak enak pada infeksi vaginosis bakterial.
Dengan fisiologi yang
sama, perubahan lingkungan vagina, seperti peningkatan produksi glikogen
pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena kontrasepsi oral,
memperkuat penempelan C. albicans ke sel epitel vagina dan
memfasilitasi pertumbuhan jamur. Perubahan-perubahan ini dapat
mentransformasi kondisi kolonisasi organisme yang asimptomatik menjadi
infeksi yang simptomatik. Pada
pasien dengan trikomoniasis, perubahan tingkat estrogen dan
progesterone, sebagaimana juga peningkatan pH vagina dan tingkat
glikogen, dapat memperkuat pertumbuhan dan virulensi T. vaginalis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar